Nama : Feby Rendra Febriani
Kelas : 2PA17
NPM : 14514139
CONTOH KASUS FENOMENA
IDENTITAS DIRI MELALUI INTERNET
Dewasa ini semakin beragam saja tingkah laku para remaja. Mulai
dari trend berpakaian yang semakin berani, dunia pergaulan
yang semakin bebas, selera bermusik yang semakin beragam, serta ketergantungan
terhadap teknologi yang sudah bisa dibilang melebihi candu terhadap narkotika.
Kemajuan teknologi yang semakin pesat membuat orang-orang semakin mudah
melakukan apapun yang mereka inginkan tanpa perlu keluar biaya maupun tenaga.
Mereka hanya perlu terhubung dengan layanan internet lalu
semua yang mereka inginkan dapat terpenuhi begitu saja. Bahkan kita bisa
mengetahui kabar yang sedang in tanpa perlu keluar dari kamar.
Apakah itu pertanda bagus bagi masyarakat kita?
Kemajuan teknologi membuat ketergantungan yang sangat besar bagi
masyarakat pada jaman sekarang. Tak terkecuali para remaja yang sedang berada
pada masa labil mereka. Remaja yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi
berusaha mencari hal yang menarik untuk mengisi keseharian mereka. Internet-lah
yang kemudian menjadi sarana pelarian yang paling menyenangkan. Kita bisa
mendapatkan begitu banyak teman tanpa perlu beranjak ke luar rumah, kita bisa
mendapatkan popularitas hanya dengan duduk berjam-jam di depan layar komputer
—tentu saja yang saya maksud teman dan popularitas disini hanya dalam dunia mya
– Siapa yang tidak tergiur dengan rayuan tersebut?
Berawal dari rasa ingin tahu lalu kemudian menjadi suatu candu
tersendiri, remaja jaman sekarang mulai “keranjingan” internet.
Mulai dari yang paling sederhana seperti jejaring sosial semacamFacebook, Twitter,
My Space, dan Friendster hingga game online yang
merupakan candu tingkat tinggi sehingga mereka rela menghabiskan waktu
berjam-jam terbuang begitu saja di depan layar komputer mereka. Lalu
pertanyaannya sekarang apakah dengan exist di dunia maya
mereka mendepatkan hal yang bermanfaat bagi kehidupan mereka sehari-hari?
Mungkin bagi beberapa orangtua bersyukur dengan adanya internet sehingga
anak mereka tidak terkontaminasi dunia luar yang semakin bebas dalam hal
bergaul. Mereka berpikir bila anaknya hanya berdiam diri di rumah, mereka dapat
mengontrol perilaku keseharian anak tersebut. Mungkin ansumsi ini tidak ada
salahnya. Tapi apakah para orangtua tidak berpikir dengan memberikan sarana
teknologi yang sangat maju tidak sepenuhnya dapat menjamin moral dan pola
sosialisasi yang baik pada anak tersebut? Tidakkah ancaman dari dunia
global lebih banyak terdapat di internet?
Seperti yang saya sebut sebelumnya, internet memiliki
candu tersendiri yang bahkan lebih besar dari pada candu terhadap
narkotika. Internet bisa dibilang mampu menjamah segala sudut
kehidupan, segala lapis masyarakat, dan segala jenjang pendidikan. Mungkin
akibat buruk canduinternet tidak terlihat begitu nyata seperti
halnya candu terhadap narkotika. Tetapi yakinlah bahwa candu itu akan berakibat
lebih buruk bagi kemajuan bangsa —bukan berarti saya mendukung beredarnya
narkotika di kehidupan remaja—, dengan ketergantungan terhadap kepraktisan dan
terbiasa tidak perlu bersusah payah mendapatkan sesuatu, itu akan mengubah pola
pikir keseharian remaja tersebut. Bayangkan pola berpikir dan berkembang
seperti itu yang mendarah daging di kehidupan kaum penerus bangsa saat ini,
bagaimana nasib bangsa ini kedepannya?
Mungkin kita sering mendengar istilah anti-social beberapa
dekade ini. Anti-social atau di Indonesia biasa disebut
antisosial adalah suatu bentuk dari penyimpangan perilaku sosial dimana suatu
individu enggan melakukan suatu interaksi sosial terhadap lingkungan di
sekitarnya, interaksi sosial yang dimaksud bisa berupa kepedulian terhadap
lingkungan sekitar maupun lingkungan global. Sifat tak acuh tersebut hanya
merupakan awal dari sederet tingkah laku menyimpang yang akan muncul berikutnya.
Tindakan yang menyalahi aturan moral, membahayakan diri sendiri bahkan tindak
kriminal yang membahayakan masyarakat luas bisa saja terjadi dikarenakan
perilaku anti sosial.
Penyebab antisosial ini bermacam-macam. Mulai dari faktor
lingkungan, keluarga, teknologi, bahkan memang gangguan mental. Tetapi bisa
dibilang pengaruh yang paling besar terhadap perilaku anti-social ini
adalah pola mendidik orangtua terhadap anaknya. Walaupun tidak menutup
kemungkinan bahwa anak anti-social tersebut sudah mengalami
gangguan mental sejak lahir. Bila dilihat dari maraknya perilaku antisosial di
kalangan remaja dekade ini jelas sekali bahwa bukan gangguan psikis sejak lahir
yang menyebabkan sebagian besar remaja bersikap begitu.
Keluarga yang memberikan apapun yang diinginkan anak tersebut,
lingkungan bergaul yangmeterialistik, kekerasan dalam keluarga, kecintaan yang
berlebihan terhadap suatu hal, serta ketergantungan yang begitu mengikat membuat
remaja jaman sekarang berperilaku antisosial. Mereka cederung memiliki sikap
egois yang sangat besar. Rela melakukan apapun agar hal yang diinginkan dapat
tercapai, mengurung diri dari pergaulan luar dan terlena oleh kesenangan
dunia-nya sendiri, dan bersikap tidak respect terhadap sesama adalah
beberapa contoh tingkah antisosial. Bisa diambil kesimpulan antisosial tidak
hanya berupa perilaku dimana penderitannya mengurung diri di ruangannya dan
tidak mau membuka diri dari lingkungan luar. Perilaku antisosial juga bisa
berupa tingkah laku yang bisa menyakiti orang lain di lingkungannya hanya
karena keinginan yang harus diikuti. Tingkah antisosial juga selalu dihubungkan
dengan tingkah laku psikopat bila dilihat dari aspek ini.
Kecintaan terhadap sesuatu yang berlebihan juga berpengaruh besar
tehadap perilaku antisosial ini. Kecintaan terhadap suatu hal yang bisa berupa
makhluk hidup maupun benda mati itu dapat menimbulakan sikap over
protective. Merasa tidak ingin kehilangan hal yang dicintai menjadikan remaja
tersebut rela melakukan hal apapun. Termasuk menyakiti orang-orang yang
menghalanginya atau mungkin menyakiti dirinya sendiri. Beberapa lebih memilih
menyendiri dan menjauh dari lingkungan karena terlena
oleh fantasi-fantasi mereka tentang hal yang dicintainya tersebut dan
tidak peduli apa yang diperbincangkan oleh lingkungan sekitar. Mungkin kita
sering melihat tingkah laku semacam ini, contohnya saja seseorang yang
merupakan fans dari seorangpublic figure atau suatu brand tertentu
yang terlalu memuja hingga melupakan mana hal yang terpenting dalam kehidupan
mereka. Bahkan mereka cenderung melakukan hal-hal yang diluar logika untuk
mendapatkan hal dia inginkan. Mungkin bagi masyarakat umum perilaku mereka
terlalu aneh atau keluar dari norma bermasyarakat, tetapi bagi pengidap
antisosial pandangan masyarakat umum tidaklah berpengaruh bagi kehidupan
mereka.
Mungkin bila disangkutkan dengan majunya tingkat teknologi dan
meningkatnya jumlah remaja yang menunjukkan sikap antisosial, tentu saja
grafiknya akan berbanding lurus. Begitu banyak fasilitas di dunia maya saat
ini, serta begitu luasnya jaringan yang ada di internet membuat
seorang remaja semakin menggandrunginya. Remaja bisa berbincang dengan
seseorang yang berjarak sangat jauh, mendapat info yang tidak dia dapat dari
lingkunag sekitar, bahkan mengakses situs yang tidak seharusnya dibuka. Semua
hal tersebut akan memberikan pengaruh tersendiri terhadap perkembangan remaja
tersebut, seperti remaja yang hidup dengan fantasi-fantasinya, pemikiran yang tak
sesuai dengan umurnya, bahkan mengakibatkan ketergantungan sehingga merusak
tatanan kehidupan sehari-harinya. Berbagai jenis perkembangan remaja tersebut
bisa disangkutkan dengan perilaku antisosial. Walau tidak melakukan
tindakan extreme, tetapi remaja yang terlalu mecintai dunia maya bisa saja
melakukan tindakan yang tergolong gila. Menyakiti dirinya hanya karena tidak
ingin kehilangan sedikit waktunya di depan layar komputer.
Beberapa waktu lalu beberapa ilmuan di London menemukan beberapa
perbedaan scan otak seorang anak yang menunjukkan tingkah laku antisosial.
Temuan mereka disiarkan di American Journal of Phychiantry. Studi tersebut
memperhatikan amygdale dan insula –wilayah otak yang
memberi sumbangan bagi persepsi emosi, emapti, dan daya rekognisi ketika orang
lain sedih– pada remaja antisosial lebih kecil dibandingkan remaja yang tidak
menunjukan perilaku antisosial. Semakin parah perilaku antisosial tersebut maka
semakin sedikit volume insula pada remaja tersebut. Masih belum
diketahui perubahan pada susunan otak tersebut merupakan penyebab perilaku
antisosial atau akibat dari perilaku antisosial, yang jelas para ilmuan masih
melakukan penelitian terhadap fenomena remaja saat ini.
Perilaku antisosial memang lebih banyak ditemukan pada remaja laki-laki.
Tidak diketahui apa sebab pastinya. Tetapi bila dilihat dari aspek tingkah
laku, remaja laki-laki bisa dibilang lebih nekat bila melakukan sesuatu. Tidak
berpikir terlalu jauh tentang resiko yang mungkin saja membahayakan pada diri
mereka bila melakukan sebuah tindakan. Tingkah laku ini tentu sangat bertolak
belakang dengan remaja perempuan, karena mereka biasanya menimbang segala
sesuatu sebelum melakukannya. Walau begitu, tidak menutup kemungkinan remaja
perempuan juga merupakan seorang antisosial. Karena belakangan ini tidak jarang
kita melihat remaja perempuan yang bertingkah laku seperti laki-laki. Menyukai
hal yang extreme, melakukan hal yang beresiko besar bagi keselamatan
dirinya, tidak mempedulikan pandangan lingkungan terhadap dirinya, atau bisa
kita ambil kesimpulan sikap mereka tersebut adalah sikap yang
terlalu cuek. Kecendrungan sikap yang seperti itu yang membuat kemungkinan
remaja tersebut mengidap gangguan perilaku (dalam hal ini adalah antisosial)
semangkin besar.
Lingkungan tempat tinggal dapat berpengaruh besar terhadap tumbuh
kembang anak. Dalam beberapa kasus, mengatakan beberapa anak yang pada awalnya
tidak merasa nyaman terhadap lingkungannya, akan dengan sendirinya
bersosialisasi dengan lingkungan tersebut, bahkan tingkah laku mereka mau tidak
mau akan terbawa mengikuti lingkungan tersebut. Misalnya saja seorang anak yang
pada awalnya merupakan anak yang baik dan santun, bila dia pindah di suatu
lingkungan baru yang masyarakatnya tergolong orang yang urakan maka
sikap anak tersebut mau tidak mau akan berubah sedikit demi sedikit menjadi
sedikit liar. Begitu pula sebaliknya. Tetapi bagi seorang remaja antisosial,
lingkungan tempat tinggal dan bergaul yang tidak sesuai dengan sikapnya tidak
akan membuat dia terbawa suasana dan mengikuti pola perilaku yang tidak sesuai
dengan dirinya. Karena itu, mereka lebih memilih mencari lingkungan baru yang
membuat mereka nyaman lalu mengambil jarak terhadap lingkungan barunya. Mungkin
dalam kasus tertentu, mereka bahkan cenderung tidak mempedulikan apa yang
terjadi di lingkungan masyarakatnya.
Tindakan antisosial sering disangkutpautkan dengan tindakan
psikopat. Walau tidak semua orang yang menunjukkan tingkah laku antisosial akan
melakukan tindakan psikopatik. Mungkin dalam kasus ini dapat kita golongkan
perilaku antisosial menjadi dua, yaitu antisosial pasif dan antisosial aktif.
Perilaku antisosial pasif mungkin adalah tingkah laku antisosial yang paling
sering kita temukan pada remaja di era sekarang. Kecenderungan menjauhkan diri
dari lingkungan (atau dijauhi oleh lingkungannya), menutup diri dari interaksi
sosial secara langsung, dan lebih memilih menyibukkan dirinya dengan
fantasi-fantasi tersendiri. Mungkin para pelaku antisosial pasif ini memiliki
teman untuk berbagi, tetapi tentu saja teman mereka hanyalah orang-orang yang
memiliki jalan pikiran sama dengan mereka bahkan cenderung sesama seorang
antisosial. Sedangkan antisosial aktif adalah orang yang memiliki kecendrungan
bersikap psikopatik. Beberapa dari mereka tidak menarik diri dari lingkungan
sekitar, bahkan cenderung terlihat ramah. Tetapi jangan pernah tertipu dengan
sikap mereka yang seperti itu karena mereka memiliki emosi positif maupun
negatif yang sangat sedikit. Mereka cenderung berlaku antipati, rasa tanggung
jawab mereka atas suatu hal yang mereka berbuat sangat sedikit, tidak memiliki
rasa malu, bahkan cenderung tidak memiliki rasa bersalah sama sekali bila dia
menyakiti orang lain.
Masyarakat yang mengintimidasi seorang antisosial juga dapat
memperburuk tingkah laku anak antisosial tersebut. Ada dua kemungkinan yang
akan terjadi akibat perilaku tersebut. Pertama, mungkin saja anak tersebut akan
semakin menjauhkan dirinya dari pergaulan lingkungan, menyendiri, dan tidak
menutup kemungkinan akan melakukan tindakan yang akan menyakiti diri mereka
sendiri. Kedua, mungkin saja anak tersebut akan membenci lingkungannya dan
beranggapan bahwa orang-orang di sekitarnya adalah orang yang jahat, tidak
menutup kemungkinan tindakan selanjutnya adalah tindakan yang
begitu extreme hingga menyakiti masyarakat yang mengintimidasinya
tersebut. Mau bagaimanapun tindakan yang akan dilakukan para antisosial
tersebut tentu saja bukan tindakan yang baik. Semuanya memiliki resiko
masing-masing dan bukanlah resiko yang ringan.
Lalu bagaimana cara kita memperlakukan para antisosial tersebut?
Mungkin dengan memberikan perhatian, menunjukkan sikap bahwa kita membutuhkan
mereka di dalam lingkungan tempat tinggal maupun bergaul, serta berusaha
mengerti apa yang mereka pikirkan. Hal tersebut sepertinya hal yang sulit bila
dilihat dari tingkah laku mereka yang sudah menutup diri, bahkan tidak
menginginkan ada seseorang baru yang mengisi kehidupan mereka. Tapi tentu saja
dengan sikap mereka yang seperti itu tidak berarti kita harus menjauhi mereka,
bersikap tidak acuh dan membiarkan mereka melakukan hal yang mereka suka. Sudah
sewajibnya kita sebagai mahkluk sosial itu bersosialisi, peduli satu sama lain,
dan tidak membedakan golongan satu dengan golongan lain.
Bagaimana tindakan pencegahan terhadap tingkah laku antisosial?
Sebenarnya pencegahan sudah bisa orangtua lakukan semenjak anak tersebut masih
di dalam kandungan. Karena menurut penelitian, seorang ibu yang memiliki
kebiasaan merokok saat mengandung akan beresiko anak yang ada di kandungan
memiliki sikap antisosial. Tapi tentu saja pencegahan itu hanya antisipasi awal
karena fenomena antisosial sekarang ini lebih banyak diderita saat seseorang
mulai beranjak dewasa. Karena pada masa beranjak dewasa ini seorang anak
mencari jatidiri mereka. Bila mereka merasa tidak nyaman dengan lingkungan
tempat tinggal dan bersosialisasi mereka, tentu mereka akan mencari hal lain
yang dapat membuat mereka merasa senang. Kesenangan bagi para remaja ini tentu
saja kesenangan yang mungkin bagi orang dewasa merupakan kesenangan yang aneh,
menyimpang, dan tidak patut dilakukan. Dari aspek seperti inilah yang biasanya
membuat remaja itu menarik diri dari lingkungan, tidak mau mendengarkan
perintah orangtua, dan lebih memilih hidup di dunianya sendiri.
Cara yang paling jitu bagi orangtua agar buah hatinya tidak tumbuh
menjadi seseorang yang antisosial adalah mengajarkan anak mereka bersosialisasi
dengan lingkungan luar sejak masih kecil. Mengajarkan anak Anda bersahabat
dengan siapa saja dan tetap memberikan pengawasan maksimum terhadap anak.
Memberikan anak kebebasan berekspresi tetapi tetap memberikan batasan tentang
hal yang seharusnya dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan. Memberikan kasih
sayang yang cukup bagi anaknya. Kasih sayang disini bukan dalam bentuk materi
belaka, tapi merupakan suatu bentuk perhatian orangtua terhadap anaknya, ada di
sisi anak tersebut saat mereka membutuhkan bimbingan dalam penyelesaian masalah
karena seorang anak akan mengalami masa tersulitnya pada saat beranjak dewasa.
Menanamkan aspek-aspek keagamaan juga merupakan hal yang penting agar anak
tersebut bisa tumbuh dengan norma-norma sosial bermasyarakat yang baik.
Bagaimanapun orangtua memiliki kontrol yang sangat besar bagi tumbuh kembang
anaknya, jadi sudah seharusnya orangtua memberikan didikan dan kasih sayang
yang cukup terhadap buah hati mereka. Jangan sampai anak-anak Anda tumbuh
dengan kasih sayang yang kurang sehingga mereka mencari kesenangan dengan cara
yang menyimpang dan tidak sewajarnya.
ASPEK DEMOGRAFIS
(GENDER, USIA, BUDAYA) DARI INDIVIDU PENGGUNA INTERNET, SERTA DAMPAK POSITIF
DAN NEGATIFNYA
Gender
Pengaruh gender di
internet pada umumnya wanita yang sering bermain dengan internet, misalnya
facebook, twitter dan lain-lain. Wanita selalu memposting lebih banyak daripada
pria, karena wanita terlalu sensitive pada apa yang sedang terjadi dan sangat
emosional. Pada pria lebih cenderung ke forum atau game online. Pria juga
senang berjam-jam untuk melakukan hal itu. Internet juga bisa membuat para pria
terpengaruh oleh fashion jaman sekarang. Contohnya dari Korea, bisa saja mereka
membuat para pria mengenakan fashion itu, tetapi dari sudut pandang wanita
fashion itu tidak cocok untuk mereka yang pria jantan, contohnya dari gaya
rambut. Jaman sekarang para pria banyak yang mengikuti gaya rambut dari negara
luar, padahal gaya rambut itu membuat mereka terlihat seperti wanita. Semakin
berkembangnya internet dan globalisasi membuat banyak yang pria seakan-akan
menjadi wanita dan wanita seperti pria.
Dampak positif internet:
Dilihat dari segi
positif nya internet memiliki banyak sekali dampak yang sangat luar biasa
hebatnya pada dunia pengetahuan. Para wanita karir maupun ibu rumah tangga kini
dapat memiliki banyak sumber dan pedoman serta informasi-informasi untuk dunia
kerja maupun keperluan sehari-hari misalnya : informasi untuk pekerjaan
,informasi resep makanan bagi ibu rumah tangga.
Selain program didalam
dunia kerja, internet juga menawarkan aplikasi berbentuk permainan elektronik
yang pada umumnya tidak secara khusus diberi muatan pendidikan formal tertentu.
Permainan elektronik tersebut membantu wanita karier untuk menghilangkan
kejenuhan dalam berkerja, membuat strategi, membangkitkan semangat
kepemimpinan, dan bermain peran (role play).
internet juga bisa
menjadi tempat bisnis bagi wanita yaitu dengan online shop dengan begitu wanita
bisa mempunyai penghasilan sendiri namun ia tetap bisa dirumah mengurus
keluarganya .
Internet telah banyak
membantu manusia dalam segala aspek kehidupan sehingga internet mempunyai andil
penuh dalam kehidupan sosial. Dengan adanya internet apapun dapat kita lakukan
baik positif maupun negative.
Dampak negatif internet:
1. Kejahatan di dalam
dunia maya
2. Pornografi
3. Kekejaman dan
Kesadisan
4. Penipuan
5. Penipuan belanja
online
6. Perjudian
7. Mengurangi sifat
sosial manusia
Usia
Internet juga membawa
pengaruh yang signifikan bagi semua kalangan. Oleh karena itu, tidak hanya
orang dewasa saja yang sudah mengenal internet tapi anak-anak juga, bahkan
mereka sudah bisa menggunakannya secara langsung.
Pemanfaatan Internet
tentu harus di sesuaikan dengan tingkat usia anak. Usia anak SD rata-rata
berkisar antara 7-13 tahun. Dan tingkatan itu semua memiliki cara penanganan
yang berbeda.
Dampak positif
Memudahkan anak
mendapatkan informasi dengan lebih cepat.
Anak dapat mengenal
serta menjalin komunikasi dengan berbagai orang dari belahan dunia.
Akibat kemajuan
teknologi, banyak permainan-permainan kreatif dan menantang yang ternyata
banyak disukai oleh anak-anak.
Dampak negatif
Anak terlalu cepat puas
dengan pengetahuan yang didapatnya dari dunia.
Karena teknologi
memberikan banyak kemudahan, tidak sedikit anak-anak tidak sabar dalam
menghadapi kelambatan dan kesulitan.
Selain itu, kemajuan
teknologi berdampak pada kurangnya sosialisasi anak pada teman-temannya karena
lebih menyukai menyendiri dengan permainan teknologinya.
Budaya
Munculnya teknologi
sebagai tuhan baru bagi para manusia komputeris akan membuat hilangnya budaya
primordial yang menganggap kesakralan berada di tangan alam dan manusia itu
sendiri. Tidak hanya itu, kondisi ‘autis’ para manusia komputeris ini juga
membuat mereka tidak lagi peka terhadap kejadian sosial yang menimpa masyarakat
lain.
Dampak Positif
Pertukaran informasi
berlangsung sangat cepat.
Memudahkan pekerjaan
manusia.
Pekerjaan yang dilakukan
seseorang menjadi lebih efektif dan efisien
System pembelajaran
tidak harus tatap muka dengan guru karena dengan kemajuan TIK khusunya Internet
kita bisa melakukan V-class. Dan masih banyak yang lainnya.
Dampak negative
1.
Masuknya budaya asing yang tidak baik.
2.
Lupa akan waktu
3.
Merosotnya nilai moral
CONTOH KASUS KECANDUAN
INTERNET (GAME ONLINE)
Yayasan Sahabat Kapas
menilai kecanduan anak-anak pada game online sudah seperti
kecanduan seseorang kepada narkotik. Sebab, ketika ingin bermain dan tidak
punya uang, anak akan melakukan segala cara, termasuk berbuat kriminal.
Koordinator Yayasan Sahabat Kapas, Dian Sasmita, mengatakan, dalam enam bulan terakhir, di Surakarta ada tujuh anak yang melakukan pencurian demi bisa bermain game online. “Sebagian di antaranya saat ini kami dampingi,” katanya di sela aksi menyambut Hari Anak Nasional, Minggu, 1 Juli 2012.
Aktivitas di depan layar komputer untuk bermain game online punya dampak buruk untuk anak-anak. Antara lain, anak-anak jadi terisolasi dari lingkungan dan pergaulan nyata karena terlalu asyik dengan dunia maya yang sedang dihadapi.
Bahkan mereka bisa terbawa untuk berperilaku agresif, meniru apa yang dilihat di permainan, misalnya untuk permainan yang berkaitan dengan peperangan. Nah, lantaran ingin meneruskan permainan padahal tidak punya uang, anak bisa terdorong melakukan tindak kejahatan seperti mencuri. “Belum lagi jika bicara nilai pelajaran di sekolah bisa menurun karena konsentrasi belajar juga turun,” kata Dian.
Dian mengakui penggunaan Internet memang tidak sepenuhnya punya dampak buruk. Itulah perlunya peran orang tua mengawasi kegiatan anak di depan komputer. “Dampingi anak-anak saat mengakses Internet. Selain itu, beri batasan waktu,” kata Dian.
Solusi mengatasi kecanduan game online, dia menyarankan orang tua agar memberikan alternatif kegiatan. Anak usia 7-18 tahun semestinya bisa melakukan kegiatan yang lebih bermanfaat daripada sekadar menghabiskan waktu bermain game online.
Psikolog dari Universitas Muhammadiyah Surakarta, Juliani Prasetyaningrum, mengatakan game online menjadi pelarian bagi anak-anak yang merasa tidak nyaman di rumah. “Mungkin di rumah tertekan dengan tuntutan prestasi yang diminta orang tua atau memang tidak betah di rumah karena ada masalah di keluarga,” katanya.
Karena itu, anak-anak lantas memilih bergabung dengan kelompoknya, seperti komunitas penggemar game online. Tindakan kejahatan demi menyalurkan hobinya bermain game online tidak terlepas dari pengaruh dalam komunitasnya tersebut. “Kalau kelompoknya itu melakukan kejahatan, maka bisa ikut-ikutan,” katanya.
Juliani menyarankan orang tua untuk secara intens menjalin komunikasi dengan anaknya. Kemudian mengubah cara berkomunikasi, dari semula selalu menuntut, beralih menjadi pendamping dan teman bagi si anak. “Kuncinya di orang tua dan keluarga, yang memang sering berinteraksi dengan anak-anak,” ujarnya.
Koordinator Yayasan Sahabat Kapas, Dian Sasmita, mengatakan, dalam enam bulan terakhir, di Surakarta ada tujuh anak yang melakukan pencurian demi bisa bermain game online. “Sebagian di antaranya saat ini kami dampingi,” katanya di sela aksi menyambut Hari Anak Nasional, Minggu, 1 Juli 2012.
Aktivitas di depan layar komputer untuk bermain game online punya dampak buruk untuk anak-anak. Antara lain, anak-anak jadi terisolasi dari lingkungan dan pergaulan nyata karena terlalu asyik dengan dunia maya yang sedang dihadapi.
Bahkan mereka bisa terbawa untuk berperilaku agresif, meniru apa yang dilihat di permainan, misalnya untuk permainan yang berkaitan dengan peperangan. Nah, lantaran ingin meneruskan permainan padahal tidak punya uang, anak bisa terdorong melakukan tindak kejahatan seperti mencuri. “Belum lagi jika bicara nilai pelajaran di sekolah bisa menurun karena konsentrasi belajar juga turun,” kata Dian.
Dian mengakui penggunaan Internet memang tidak sepenuhnya punya dampak buruk. Itulah perlunya peran orang tua mengawasi kegiatan anak di depan komputer. “Dampingi anak-anak saat mengakses Internet. Selain itu, beri batasan waktu,” kata Dian.
Solusi mengatasi kecanduan game online, dia menyarankan orang tua agar memberikan alternatif kegiatan. Anak usia 7-18 tahun semestinya bisa melakukan kegiatan yang lebih bermanfaat daripada sekadar menghabiskan waktu bermain game online.
Psikolog dari Universitas Muhammadiyah Surakarta, Juliani Prasetyaningrum, mengatakan game online menjadi pelarian bagi anak-anak yang merasa tidak nyaman di rumah. “Mungkin di rumah tertekan dengan tuntutan prestasi yang diminta orang tua atau memang tidak betah di rumah karena ada masalah di keluarga,” katanya.
Karena itu, anak-anak lantas memilih bergabung dengan kelompoknya, seperti komunitas penggemar game online. Tindakan kejahatan demi menyalurkan hobinya bermain game online tidak terlepas dari pengaruh dalam komunitasnya tersebut. “Kalau kelompoknya itu melakukan kejahatan, maka bisa ikut-ikutan,” katanya.
Juliani menyarankan orang tua untuk secara intens menjalin komunikasi dengan anaknya. Kemudian mengubah cara berkomunikasi, dari semula selalu menuntut, beralih menjadi pendamping dan teman bagi si anak. “Kuncinya di orang tua dan keluarga, yang memang sering berinteraksi dengan anak-anak,” ujarnya.
Cara Mengatasi Kecanduan Cyber Pada Anak
1. Berikan
pengetahuan yang benar tentang bahaya cyber kepada Anak
2. Batasi
penggunaan internet pada Anak
3. Berilah
password atau kunci
4. Biasakan
meluangkan Family Time setiap hari
5. Jangan
biasakan Menggunakan Internet untuk mencari hiburan
6. Ajaklah anak
Anda bermain ke Alam dan Lingkungan sekitar
7. Ikutkanlah
mereka program Softskill yang Komprehensif
ETIKA-ETIKA DALAM
PENELITIAN ILMIAH
Kode etik bukanlah merupakan kode yang kaku karena akibat
perkembangan zaman maka kode etik mungkin menjadi usang / sudah tidak sesuai
dengan tuntutan zaman. Seperti misalnya kode etik tentang euthanasia (mati atas
kehendak sendiri), sejak dahulu belum tercantum dalam kode etik kedokteran tapi
kini sudah dicantumkan.
Kode etik sendiri disusun oleh organisasi profesi sehingga
masing-masing dari profesi mempunyai kode etik tersendiri. Seperti misalnya
kode etik guru, pustakawan, dokter, pengacara dan sebagainya. Pelanggaran kode
etik tidaklah diadili oleh pengadilan, sebab melanggar kode etik tidak selalu
berarti melanggar hukum. Sebagai contohnya untuk Ikatan Dokter Indonesia
terdapat Kode Etik Kedokteran. Jika seorang dokter dianggap telah melanggar
kode etik tersebut, maka ia akan diperiksa oleh Majelis Kode Etik Kedokteran
Indonesia, bukan diperiksa oleh pengadilan.
· Mampu
menggunakan bahasa yang baik dan benar
· Kejelasan
sumber yang didapat
AKTIVITAS PLAGIAT, CARA
DAN UPAYA MENGHINDARI PLAGIAT
· Mengakui
tulisan orang lain sebagai tulisan diri sendiri
· Mengakui
gagasan orang lain sebagai gagasan sendiri
· Mengakui
temuan orang lain sebagai temuan sendiri
· Mengakui
karya kelompok sebagai karya sendiri
· Menyajikan
tulisan yang sama dalam kesempatan yang berbeda tanpa menyebutkan asal-usulnya
· Meringkas
dan memparafrasekan (mengutip tidak langsung) tanpa menyebutkan sumbernya
· Meringkas
dan memparafrasekan dengan menyebutkan sumbernya, tetapi rangkaian katanya
masih terlalu sama dengan sumbernya
CARA DAN UPAYA
MENGHINDARI PLAGIAT
· Pahami
apa yang dimaksud dengan plagiat
· Kenali
topik yang Anda bahas
· Rapalkan
topik itu beberapa kali
· Sebutkan
kutipan dan sumber Anda
· Ketika
ragu, biarkan saja penghargaan
· Pahami
beberapa aturan dasar hak cipta
· Perhatikan
apa yang tidak perlu dikutip